17.6.18

,

1st Year in JSPO


Sejak awal masuk kuliah, sebenarnya aku sudah berencana untuk menulis tentang kegiatanku di jurusanku selama satu tahun yang ditulis di tiap akhir semester genap. Jadi postingan kali ini merupakan "summary" pertama yang Insya Allah akan berlanjut hingga akhir semester 8, setelah kelulusan.

Sebelumnya, aku sudah menulis tentang masa transisiku dari SMA ke jenjang perkuliahan. Jika ingin membaca, bisa melihatnya di https://charlottevs.blogspot.com/2017/10/transisi.html

Jadi, mari kita mulai dari awal aku menginjakkan kaki ke gedung kampusku hingga hari terakhir di semester 2.

Aku berkuliah di jurusan yang sekiranya hingga saat ini baru ada 2 di Indonesia. Di Jakarta (tempatku) dan Surakarta. Jurusan yang langka, unik, dan gak pernah terpikirkan juga buatku untuk masuk ke dunia ini.

Setiap kali orang bertanya padaku dimana aku berkuliah, rata-rata pola percakapannya seperti ini :

A : "Wah, kuliah dimana?"
B : "Di Poltekkes."
A : "Ohhh, kesehatan gitu ya. Pantes badannya sehat."
B : *senyumin aja*
A : "Jadi apa? Perawat ya? Atau bidan?"
B : "Bukan, saya dari jurusan ortotik prostetik."
A : *Respon 1 - muka kebingungan, diam sejenak, mikir kenapa namanya susah amat.
"Hah apa? Ortik pros...pros...???"
A : *Respon 2 - pura-pura tau, "oooh, itu ya yang bikin behel gigi ya?"
B : "Itu ortodonti..."
A : *Respon 2 - pura-pura tau lagi, "yang ada hubungannya sama tulang-tulang itu ya?"
B : "Ortopedi maksudnya? Ya...pas kerja nanti sih bisa berhubungan sama dokter ortopedi, tapi saya bukan bagian situnya..."
A : "Trus apa dong???"
B : "Yaa gitu...bikin alat bantu dan alat ganti..."
A : "Gak ngerti..."
B : *mikir mau jawab pengertian ilmu ortotik prostetik secara harfiah tapi juga lagi males ngomong dalam waktu yang sama."
B : *tarik napas*
B : "Jurusan bikin kaki palsu."

Biasanya setelah jawab kayak begitu, responnya ada dua. Langsung gak tertarik, mangut-mangut aja, trus pergi. Atau, tertarik dan jadi ngobrolin hal itu lebih lanjut.

Dan aku suka tipe kedua.

Tapi sebenarnya, jurusanku ini nggak hanya bikin kaki palsu doang kok.
Ortotik itu artinya ilmu yang mempelajari alat bantu. Ortotis itu orangnya. Ortosis itu alat bantunya. Jadi misal seseorang punya suatu kelemahan di salah satu bagian kakinya, dan itu menyulitkan dia buat berjalan. Selain penanganan dengan cara pergi ke dokter, okupasi terapi, dll, bisa juga pakai ortosis atau alat bantu ini.
Sedangkan Prostetik artinya ilmu yang mempelajari alat ganti. Nah ini yang contohnya kaki palsu, ada juga tangan palsu.

Membuat alat-alat ini, tidak bisa sembarangan, aspek-aspek seperti anatomi, biomekanik, patologi, material, dll harus benar-benar diperhatikan. Kesalahan yang terlihat sepele bisa membuat suatu masalah menjadi lebih parah. Misal dislokasi sendi. Maka dari itu, ilmu ortotik prostetik pun ada.

Aku sudah pernah menulis tentang bagaimana aku bisa masuk ke kampus ini di artikel sebelumnya. Jadi mari kita mulai cerita di hari-hari pertama masuk kuliah.

Jakarta School of Prothetics and Orthotics (JSPO).
Nama lain dari Jurusan Ortotik Prostetik di Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1.

Begitu aku baca di papan nama depan kampus, aku melihat sekeliling. Wow. Aku jadi maba disini. Gedung putih berbentuk letter U dengan klinik yang saat ini belum beroperasi di tengahnya.

Saat itu aku masih berkemeja dan berkerudung putih dengan rok hitam. Baju seragam sementara sebelum seragam perjurusan dibagikan. Berbeda dengan maba dari jurusan lain seperti perawat, bidan, dan perawat gigi yang diwajibkan untuk memakai pantofel, maba OP diwajibkan memakai sepatu sport atau running shoes. Atau kalau niat, bisa pakai safety shoes. Kenapa? Karena di sini kami akan belajar dan bekerja yang mengharuskan badan bergerak kesana kemari, serta menghindari resiko benda keras terjatuh dan mengenai kaki, apapun untuk mencegah kecelakaan kerja. And that's pretty tough.

Minggu-minggu pertama diisi dengan berbagai kegiatan maba untuk persiapan mental menjalani kehidupan kuliah. Misal PKKMB, bela negara, juga ada kegiatan outbound di jurusan. Lalu pelajaran di kelas pun juga sudah mulai berjalan. Berkenalan dengan ke 20 teman seangkatanku yang muat untuk belajar dalam 1 kelas kecil. Pokoknya awal-awal itu masih pemanasan aja.

Dan akhirnya, tiba saatnya kami menjadi mahasiswa OP yang sebenarnya.

Memasuki workshop dan berkenalan dengan "teman-teman baru". Dalam hal ini yaitu alat-alat dan mesin-mesin.

Setiap mahasiswa, dipinjami satu toolbox berisi berbagai peralatan untuk praktikum selama 4 tahun kedepan. Ada spanner, wire, files, scriber, screwdriver, mallet, allen key, goniometer, earmuff, goggle, dan banyak lagi. Tidak boleh ada yang hilang atau rusak, kalau ya, maka harus diganti dengan harga atau kualitas yang sama.

Juga berkenalan dengan mesin-mesin yang first impressionnya mengerikan. Ada router, grinder, drilling machine, jigsaw, chipping hammer, air compressor, dan yang paling seram bunyi mesinnya serta pergerakan pisaunya, bandsaw.


Namun, lambat laun hal itu akan terasa biasa saja.

Project pertamaku saat itu adalah membuat vice guard, pelindung bagian jepitan bench vice atau dalam bahasa Indonesianya "ragum". (Oya karena diwajibkan berbahasa Inggris dalam pembelajaran, jadi aku lebih tau nama-nama alat dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesianya.). Vice guard itu harus dibentuk sama rata, memiliki ujung yang tumpul, dan halus permukaannya. Dosennya sangat strict dengan ukuran. Perbedaan ukuran yang sedikit akan membuat kami harus kembali memperbaikinya saaampai benar-benar sama seperti instruksi. Kami juga diberi deadline untuk menyelesaikannya. Tapi aku paham bahwa itu melatih kami untuk membuat sesuatu dengan serius, penuh perhatian, teliti, cekatan, dan tidak main-main. Saat pertama kali memotongnya dengan hacksaw, aku sempat kagok karena selama ini aku enggak pernah melakukan hal-hal kayak ngegergaji besi. Karena masih baru, jadi agak lama memotongnya. Untungnya ada dosen dan teknisi yang berbaik hati mengajari kami tentang trik memotongnya, tentang bagaimana postur tubuh yang ergonomis saat memotongnya.

Setelah berproject ria, aku mengobrol dengan teman-teman seaangkatanku yang saat itu ada 21 orang tentang bagaimana kesan menjadi "kuli" untuk pertama kalinya. Kebanyakan dari kami hanya bisa senyum meringis. Shock. Nyaris sama sepertiku, tidak ada yang pernah berpengalaman disini. Para mahasiswi mengeluhkan akan telapak tangan mereka yang pastinya seiring waktu akan menjadi kasar dan tebal. Walaupun katanya di luar negeri justru lebih banyak cowok yang berminat di jurusan ini, tapi berbeda dengan disini, yang justru lebih banyak mahasiswinya. Saat itu, jumlah cowok di angkatanku hanya ada 3, dan saat aku menulis postingan ini, hanya tersisa 1 mahasiswa laki-laki saja.

Karena untuk bertahan disini, harus mempunyai niat yang kuat, tidak pantang menyerah, dan mau untuk berusaha. Angkatanku, dari 21 siswa, kini tersisa 16 siswa saja. Padahal ini baru tingkat pertama.

Lanjut, hari-hari kami di semester 1 diisi dengan banyak kegiatan pembelajaran kelas dan praktikum selama 5 hari dalam seminggu penuh. Dari jam 8 pagi hingga 4 sore. 2 hari untuk teori, 3 hari untuk praktik. Namanya juga Politeknik, jadi lebih banyak "kerja"nya. Sebenarnya aku bersyukur masuk Politeknik. Karena di kelas teori, entah kenapa aku selalu dikuasai rasa kantuk. Aku hanya bisa belajar saat di rumah saja. Jadi bagaimana kalau seandainya aku masuk Universitas? Datang, mengantuk, pulang?

Satu hal, kalau kalian punya jatah bolos kuliah dan nge-wa teman untuk titip absen, disini adalah hal yang amat sangat tidak mungkin. Iyalah, cuma 20an anak kalau hilang satu pasti ketahuan dong. Pernah temanku tidak masuk tanpa keterangan. Malamnya, orangtua temanku ini ditelpon oleh pihak kampus untuk menanyakan kabar dan alasan mengapa dia tidak masuk.

Kurang care apalagi~? ^^"

Sebenarnya aku sama sekali tidak pernah berekspetasi tentang kehidupan kuliahku akan seperti ini. Saat SMA, aku selalu membayangkan menjadi mahasiswi yang datang ke universitas pada pukul 9 pagi dan keluar kelas jam 11 siang, lalu pergi makan di mall, jalan-jalan bersama teman, kemudian kembali ke kampus untuk mengambil kelas lain pada pukul 3 hingga 4 sore. Membawa map berisi handout kuliah, menggunakan tas ransel kecil berisi binder, notebook, earphone, ponsel, ktm, serta dompet kosmetik, memakai baju-baju cantik, dan wedges yang manis.

Dan realita saat ini adalah, aku, yang setiap hari datang memakai seragam OP, yang bahkan warnanya mirip seragam anak SMA, kemeja putih rok abu-abu dengan bergo putih plus masker, sepatu sport, ransel hitam besar berisi modul dan lusinan handout. Pulang jam 4 sore naik angkot yang hanya 1 kali perjalanan bisa sampai gerbang komplek.

Naik angkot, duduk paling pojok dekat kaca belakang, merenung. Kucel abis nguli, capek, pengen bobok, tapi macet parah. Trus gerombolan mahasiswi universitas sebelah juga ikut naik. Cantik, wangi, bersih gaul. Padahal sebaya, tapi aku terlihat menjadi sangat muda.

Tapi saat turun, dari harga 6.000 sampai 8.000, aku cukup membayar 3.000 untuk perjalanan ini :))


Oke balik lagi, selain project vice guard, kami juga membuat bending iron yang motong besinya susah pake banget karena keras abis. Selain motong besi, disitu aku belajar ngebolongin besi pake pillar drill dan membuat ulir di lubang dengan tap and die. Perjuangan banget bikinnya.


Trus juga belajar nge-las, dengan project cast holder, semacam benda yang nanti dijepit di antara bench vice dan itu gunanya buat pegangan tongkat di positive cast, yang bakal dibahas nanti. Lalu ada "bottle project", ini semacam latihan buat persiapan project di semester 2 nanti yang bakal masuk ke project ortosis.Oh iyaa kita juga ada project bikin dompet gede gitu, buat latihan menjahit, sayangnya ga ada fotonya.
Dan project terakhir nge-las plastik dengan plastic welding gun untuk membuat kotak gitu. Lulus dari sini mungkin bisa buka usaha jualan T****ware hehe.


Inti dari praktik di semester 1 adalah untuk berlatih. Sebelum praktik untuk membuat alat-alat OP yang sesungguhnya, kami dibekali berbagai skill seperti cara menggerinda besi, las, memanaskan plastik, drapping, rectification, dan lainnya.

Seperti yang dibilang jauh sebelumnya, tidak hanya praktikum, di semester 1 kami juga belajar teori dasar seperti anatomi, biomedik, biomekanik, mekanik, agama, komputer, matematika, material technology dan workshop technology. Di beberapa kelas, kami menggunakan bahasa Indonesia, tapi untuk pelajaran-pelajaran internal seperti workshop technology, biomechanic, dan pelajaran yang berhubungan langsung dengan OP hingga 8 semester kedepan, wajib menggunakan bahasa Inggris.

Saat itu, kakak tingkat pernah bilang begini, di semester 1, nikmati waktu santai itu, karena di semester 2, things gonna be more crazy.

***

Dan semester 2 memang benar-benar jauh lebih padat ketimbang semester 1.
Di semester 1, terdapat sekitar 10 mata kuliah dengan rata-rata 2 hingga 3 sks tiap matkulnya. Di semester 2, hanya ada 5 mata kuliah; anatomi, epidemiologi, biomechanic, foot orthotics (FO), dan ankle foot orthotics (AFO), dimana FO dan AFO ini mengambil sebanyak 7 sks.

Yap, di semester 2, pelajaran mengenai ortosis sudah dimulai, sistemnya agak berbeda. Dalam 1 semeter itu, anatomi, epidemiologi, dan biomechanic berjalan selama kurang lebih 6 bulan. Namun, FO berlangsung selama 3 bulan, AFO juga 3 bulan, masing-masih setengah semester. Setiap akhir mata kuliah OP atau P&O berakhir, akan diadakan 2 jenis ujian, Evaluation dan Competency Exam (Compex).

Evaluation/eval adalah ujian dimana kami mempresentasikan project yang sudah kami buat di hadapan lecturer/dosen. Kemudian, lecturer akan memberikan pertanyaan seputar project kami, baik dari segi anatomi seperti origo-insersi, function, action muscle dan juga tentang nerve. Lalu ada pertanyaan mengenai alasan kami memilih suatu material tertentu untuk project kami. Atau dari segi biomechanical priciple yang diaplikasikan di alat yang kami buat.

Dan Compex...alias ujian tulis+oral dimana masing-masing dari kami pergi ke writting room, menyelesaikan suatu kasus, lalu pergi ke exam room dan mempresentasikan jawaban atas kasus tersebut di depan dosen-dosen. Sendirian di depan, tentu saja. Lalu dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus bisa dienjawab dalam waktu yang terbatas. Bisa dibilang, ini ujian maha penting, bikin deg-degan, dan super sakral, walaupun dosen kami bilang status compex itu masih berada di posisi "breakfast", dimana OSCE adalah "lunch" dan sidang skripsi adalah "dinner". Still, compex ini memiliki porsi 55% dalam nilai matakuliah P&O, dalam hal ini adalah FO dan AFO. Meski hasil nilai teori dalam UTS dan UAS bagus, namun gagal di compex, maka kamu harus berada dalam situasi her compex.

Oke, yang diatas baru membahas teori di semester 2, dan untuk praktikum, kami juga mulai membuat alat-alat ortosis, yaitu :

A. Foot Orthotics (FO) Course

1. Total Contact Foot Orthotics (TCFOs)

Yang warnanya krem, ini tuh semacam insole, tapi ga kayak insole yang ada di sepatu biasa. Dibuat dari EVA. Gunanya buat memberi support/penopang di kaki, jadi dia harus nyesuain sama lengkungan dan bentuk kaki. Karena tekanannya tersebar, jadi ngasih comfortability ke pengguna,

2. University of California Barkeley Laboratory (UCBL)

Yang warnanya putih. Kenapa namanya UCBL? Dinamain begitu karena disitu tempat ditemuinnya. Device ini keras, dibuat dari plastik polypropylene. Gunanya buat nge-correct deformity, ngebenerin gitulah (duh maaf ya kayaknya bakal sering pake istilah-istilah asing...). Dia bisa ngebenerin deformity (yang masih bisa dibenerin tentunya) di tumit kayak rear foot valgus/varus dengan cara nge-grip si heel/calcaneus/tumit ini. Dia bisa ngontrol sendi midtarsal, nge-support arch/lengkung kaki juga. Errr...skip dulu aja deh, kalo dibahas detail bakal banyak banget jadi yaa...


3. Shoe Modification - Flare
Nggak cuma membuat, kami juga nge-modif sepatu. Kalau project-project sebelumnya dikerjakan perorangan, kali ini berkelompok dengan alasan keterbatasan waktu. Aku ngerjain ini bertiga sama temenku. Tadinya mau bikin buttress, tapi jadi flare deh hehe. Jadi ini tuh ngubah heel sepatu yang awalnya keras, kecil, jadi flat gini. Fungsinya biar lebih nyaman, karena permukaannya jadi lebih luas, tekanannya makin sedikit, less pressure. Untungnya ini sepatu pinjaman kampus jadi boleh diapa-apain. Kalo sepatu sendiri kayaknya agak sayang ya huhu. Kecuali sepatunya udah gak kepake lagi.

B. Ankle Foot Orthotics (AFO) Course

Jeng jeng, makin kesana, device yang kami buat itu semakin ke atas, dari alat untuk kaki, naik ke pergelangan kaki hingga lutut, pergelangan kaki hingga pinggul, batang tubuh, tangan, dst. Dan yap, prosesnya jadi lebih rumit, ga sesimpel project-project di semester 1. Bener-bener mulai dari 0, ngambil bentuk kaki pasien dulu dengan cara nge-casting, mengisi negative cast dengan campuran Powder of Paris (PoP), modifikasi postive cast, drapping (memanaskan plastik di oven, lalu membalutnya di positive cast), menjahit strap, dll.

Jadi project-project kami di matkul AFO ini adalah :

1. Rigid AFO 
Rigid AFO, sebuah device yang fungsinya ngeblock pergerakan di pergelangan kaki, sekaligus fungsi-fungsi lain buat ngebenerin deformity di sendi midtarsal dan lainnya. Dibuat dan disusun dari berbagai material, homopolymer polypropylene sebagai bahan utama, lalu EVA (semacam busa) untuk pembatas di strap agar tidak bersentuhan langsung dengan kulit, strap disini kami menjahitnya dan juga membuat buckle sendiri. 

2. Jointed AFO
Device ini mirip dengan Rigid AFO (Jointed AFO yang coklat, Rigid AFO yang putih). Bedanya, ada joint/persendian yang ditaruh di sisi kanan dan kiri malleolus. Disini kami menggunakan "Tammarack Joint", plantarflexion stop. Joint ini memungkinkan kita untuk bisa menggerakan kaki keatas namun mencegah untuk bergerak kebawah. Device ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan di peroneal nerve, sehingga mengakibatkan "footdrop" alias kaki yang selalu jatuh, sulit untuk menaikannya dimana saat sedang berjalan akan menjadi terganggu.




3. Ground Reaction AFO (GRAFO)
4. Posterior Leaf Spring AFO (PLS) 

Karena keterbatasan waktu (lagi), kami tidak bisa full mengerjakan project GRAFO dan PLS, hanya melakukan casting GRAFO, selebihnya melihat demo yang diberikan oleh lecturer.


Jadi begitulah. Super padat, penuh praktek, banyak teori. Kuliah dengan jurusan dunia medis iya, teknik iya. Belajar biomekanik iya, manajemen iya, patologi iya, psikologi iya.

Gokil sih.

Sebenarnya banyak sekali tawaran dari orang-orang kepadaku untuk pindah dari kampus ini.

"Kamu ga coba ikut SBM lagi, Nas?"

Dari awal aku masuk kuliah hingga hari menjelang SBMPTN 2018 aku sering ditanyai begitu. Dan semuanya kujawab tidak. Alasan jujurnya sih aku sudah begitu malas untuk kembali berkutat dengan buku-buku latihan soal SBM. Aku enggak mau kembali belajar pelajaran SMA, aku mau belajar hal yang baru, tetap ke depan, mengikuti waktu.
Alasan lainnya adalah, aku suka disini. Sudah nyaman. Aku adalah tipe orang yang senang berteman dengan lingkaran kecil. Tidak perlu terlalu banyak, tapi dekat. Dan berada di sini adalah sesuatu yang cukup bagiku.

Intinya, I am really grateful to be here. Kuharap aku bisa bertahan disini selama 4 tahun kedepan, mendapat lebih banyak ilmu serta keterampilan, dan bisa lulus bersama teman seangkatanku, tanpa ada yang tertinggal lagi.

Oke, sekian. Terimakasih buat yang sudah membaca postingan dengan 2500+ kata ini. Saat ini aku masih berada di semester 2, masih harus banyak belajar, jadi maaf ya kalau ada yang salah dalam tulisanku kali ini. Hehe.
.
.
.

Next Journey : 2nd Year in JSPO
See you next year!


4 comments:

  1. Kak,aku keterima jalur pmdk d4 ortotik ini, dan aku bingung bgt skrg. Aku boleh minta kontak kak inasya ga, aku pgn tanya2'

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, selamat yaa. Kamu bisa kontak di IG: @inasyas ^^

      Delete